• Breaking News

    Kendalikan Harga Tiket Pesawat

    Pesawat Garuda Indonesia tipe Boeing 737 Max 8 yang terparkir di Garuda Maintenance Facility AeroAsia di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, 13 Maret 2019. Garuda memesan 50 unit Boeing 737 Max 8 hingga 2024.  REUTERS/Willy Kurniawan

    Pemerintah tak perlu ragu untuk menurunkan tarif batas atas agar harga tiket pesawat lebih realistis. Langkah ini perlu dilakukan untuk melindungi konsumen dari penetapan harga yang eksesif. Turunnya harga tiket juga akan menolong jasa pengiriman kargo dan bisnis pariwisata kita yang kini sempoyongan.
    Lonjakan harga tiket pesawat memang menjadi sumber keresahan publik dalam lima bulan terakhir. Kementerian Perhubungan sesungguhnya telah berulang kali meminta maskapai menurunkan harga lewat penetapan varian tarif layanan (subprice). Melalui Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA), operator pesawat berjanji menurutinya. Tapi janji itu tak pernah ditepati. Kenyataannya, harga tiket tetap melambung tinggi.
    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan tarif angkutan udara masih terjadi hingga April 2019. Kenaikan ini menjadi salah satu pemicu inflasi pada April 2019. Kenaikan harga tiket yang terjadi di 39 kota itu memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,03 persen pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Kelompok ini menjadi komponen pembentuk inflasi nomor dua di bawah bahan makanan.
    Kenaikan tarif angkutan udara juga memicu kemerosotan jumlah penumpang pada Maret 2019. BPS mencatat jumlah penumpang penerbangan domestik pada bulan itu hanya 6,03 juta atau merosot 21,94 persen ketimbang pada Maret 2018 yang mencapai 7,73 juta.
    Tak cuma itu, tingkat hunian kamar hotel berbintang pada saat yang sama ikut jeblok. Rata-rata okupansi hotel hanya 52,89 persen, turun dari 57,1 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya. Tingkat hunian kamar di Lombok bahkan hanya 34,11 persen. Padahal, tingkat okupansi di Lombok pada Maret tahun lalu mencapai 51,32 persen. Sejak harga tiket tak kunjung turun, BPS mencatat penurunan okupansi terjadi di 17 kota.
    Mahalnya tiket pesawat tak terlepas dari praktik duopoli yang terjadi pada industri penerbangan. Jika dicermati, penerbangan domestik kini praktis hanya dikuasai dua grup besar: Garuda Indonesia dan Lion Air. Pengambilalihan operasi Sriwijaya Air oleh PT Citilink Indonesia, anak usaha Garuda, membuat penguasaan pasar maskapai milik negara itu meningkat menjadi 42,9 persen. Adapun Lion Airtermasuk Batik Air dan Wings Airmenguasai 50 persen. Kondisi ini menyebabkan seragamnya harga penjualan tiket pesawat.
    Struktur bisnis duopoli ini menyuburkan praktik kartel di industri penerbangan. Ada dugaan dua grup penguasa pasar itu telah menjalin kesepakatan sebelum harga serentak melonjak. Saat ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha sedang menelusuri dugaan tersebut.
    Sambil menunggu hasil penyelidikan KPPU, pemerintah sudah selayaknya turun tangan. Sebagai regulator, pemerintah memang tidak bisa mengintervensi harga secara langsung. Tapi Undang-Undang Penerbangan menyebutkan pemerintah bisa melakukan fungsi kontrol terhadap formula penghitungan tarif batas atas maupun batas bawah.
    Rencana pemerintah menurunkan tarif batas atas sebesar 15 persen, yang akan ditentukan hari ini, merupakan jalan tengah agar maskapai tidak semena-mena menetapkan harga. Langkah ini sekaligus untuk melecut maskapai memaksimalkan ruang inovasi agar industri aviasi lebih efisien menjalankan operasi.

    Sumber: tempo.co

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    KESEMPATAN TERBATAS
    SEGERA DAFTARKAN DIRI ANDA
    Cara Daftar Master Dealer Leon Agen Server Pulsa Termurah
    100% GRATIS

    Post Bottom Ad

    ad728